- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Penulis: Nita Gustiana, S.Hum
Alumni: UIN "SMH" Banten
Alumni: UIN "SMH" Banten
Kategori : History
Sumber : Berdasarkan Observasi Pada Tanggal 12 Desember 2016
Sumber : Berdasarkan Observasi Pada Tanggal 12 Desember 2016
Doc. Pribadi. Situs Candi Batujaya
Secara
topografis, Situs Candi Batujaya terletak di dataran rendah alluvial dengan
ketinggian 4 meter dari permukaan laut. Candi Batujaya berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum,
yang terletak di daerah pantai utara Jawa Barat dan memiliki luas 15 Km². Berdasarkan sejarah geologi, Kawasan
Percandian Batujaya termasuk ke dalam blok dataran Pantai Jakarta-Cirebon
dengan batuan dasar dari sistem tersier berupa batuan metamorf sekis kuarsa
mika dengan umur kapur atas 2,7 juta tahun. Hampir seluruh bangunan yang ada di
Situs Candi Batujaya berada di tengah pesawahan tadah hujan dan sering
mengalami banjir, sehingga mengancam kelestarian struktur bangunannya.
Dari
serangkaian penelitian yang dilakukan oleh Deputi Urusan Purbakala dan
Permuseuman, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa situs percandian ini
berlatarkan agama Budha. Percandian ini juga memiliki 26 situs, 14 situs
terletak di wilayah Dusun Segaran (Desa Batujaya, Kec. Batujaya) dan 12 situs
terletak di wilayah Dusun Telagajaya (Desa Telagajaya, Kec. Pakisjaya). Hasil
analisis radiometri carbon c-14 dapat diketahui bahwa candi ini berasal dari
abad ke-2 Masehi dan yang termuda berasal dari abad ke-12 Masehi. Pertanggalan
absolut tersebut didukung oleh hasil analisis pertanggalan relative dari temuan
lainnya, bahwa terdapat beberapa lapisan budaya yang pernah hidup di situs ini.
Kompleks
percandian ini diperkirakan dipergunakan selama 2 tahap, yakni masa antara awal
abad ke-5 sampai abad ke-7 atau sezaman dengan masa Kerajaan Tarumanegara dan
abad ke-7 sampai dengan abad ke-10 atau sezaman dengan pengaruh Kerajaan
Sriwijaya (Djafar 2000:84). Sebelum adanya komplek percandian ini, diperkirakan
bahwa sebelumnya telah hidup manusia prasejarah (pendukung tradisi gerabah
kompleks-kompleks Buni). Kesinambungan antara zaman prasejarah dan masa
Hindu-Budha berlanjut hingga ke masa kini, hal ini dibuktikan dengan analisis
temuan pecahan keramik di situs ini yang berasal dari abad ke-3 sampai ke-20
Masehi.
Geologi
daerah Batujaya adalah endapan kuarter sebagai hasil limpahan banjir dan
endapan sedimen laut dengan sebaran mendatar dan tegak akibat perkembangan pantai. Atas kondisi
inilah sehingga beberapa flora dan fauna pernah hidup di lokasi ini. Di situs
percandian ini ditemukan beberapa Ekofak (sisa-sisa hewan) yang berasosiasi
dengan artefak tembikar dan pecahan-pecahan bata lapisan tanah berwarna
kehitaman. Sisa-sisa hewan yang ditemukan berupa gigi dan pecahan tulang dari famili
bovidae dan cangkang (molusca laut). Selain itu juga ditemukan sisa tumbuhan
dari famili leguminossae, campulunaceae, annonaceae, gramineae, cyperaceae,
rosaceae dan pinaceae.( Sumber: Soeroso dan Puslit Arkernas).
Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudarti Prijono, diketahui bahwa tanah di
Situs Candi Batujaya merupakan golongan tanah mineral dengan tingkat kesuburan
tinggi dan mengandung cukup banyak unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan.
Hasil uji lubang Unur TLG VI memperlihatkan ada 2 lapisan tanah yang ada di
Situs Candi Batujaya yakni:
1.
Tanah
lempung, berwarna abu-abu sampai kedalaman 70 cm dan;
2.
Tanah
coklat kekuningan (Puslit Arkenas, 1999/2000:12-34)
Di kompleks Situs Batujaya terdapat
46 titik sebaran candi di areal 5 Km, tetapi tidak menutup kemungkinan kalau
candi itu akan bertambah, seiring ditemukannya unur-unur yang lain. Adapun
candi yang sudah dipugar dan sudah memiliki bentuk candi walaupun belum
sempurna ada 4 buah candi yakni:
1.
Situs
Segaran I atau Unur Jiwa
2.
Situs
Segaran V atau Unur Blandongan
3.
Situs
Segaran I-C atau Unur Serut
4.
Situs
Segaran VIII atau Unur Sumur
Berikut ini deskripsi tentang
keempat unur (candi) yang ada di Situs Candi Batujaya, yakni:
1.
Unur
Jiwa
Situs Segaran I terletak di dusun Segaran, Desa Batujaya, Kecamatan
Batujaya. Berada 300 m di sisi barat jalan desa antara Talagajaya dan Kali Asin
dan sekitar 450 m di utara saluran irigasi persawahan penduduk.Candi Jiwa
merupakan sebuah gundukan tanah berbentuk lonjong dengan luas mencapai 19 m x
19 m dan tinggi mencapai 4,7 m. Sementara di keempat sisi batur tidak ditemukan
bagian yang merupakan tangga. Pada bagian kakinya terdapat profil bangunan
berbentuk pelipit rata (patta), pelipit penyangga (uttara) dan
pelipit setengah lingkaran (kumuda).
2.
Unur
Blandongan
Candi ini sebagian badannya menjorok ke dalam tanah atau permukaan
alas candi berada di kedalaman 2 meter dari permukaan sawah. Candi ini memiliki
bentuk bujur sangkar 24,2 m x 24,2 m.
Candi bata ini bertingkat satu dengan sebuah stupa dibagian tengahnya. Pada
lantai dasar terdapat 4 tangga masuk yang berorientasi pada empat arah mata
angina yakni timur laut, tenggara, barat daya dan barat laut.
Bangunan candi ini terbuat dari susunan batu bata dan memiliki 4
buah pintu masuk. Pola ikat material bangunan bukan saja menggunakan sistem
gosok spesi tetapi juga menggunakan bata kunci. Pada bagian tengah ditemukan
hamparan (lantai) seperti cor bahan stucco dengan campuran batu kerikil. Secara keseluruhan situs ini merupakan salah satu yang terbesar bila
dibandingkan dengan unur-unur yang lain. Bagian bangunan yang ditemukan
menunjukan hiasan-hiasan berupa pelipit setengah lingkaran (kumuda),
pelipit Padma, dan pelipit sisi genta.
3.
Unur
Serut
Candi ini terletak di dusun Talagajaya, Desa Batujaya, Kecamatan
Batujaya. Situs ini serupa sebuah gundukan bata berukuran 5 m x 5 m. Pengupasan
yang dilakukan menampakan sisa bangunan bata yang belum diketahui bentuknya.
4.
Unur
Sumur
Candi ini terletak di Dusun Kampung Sumur, Desa Batujaya,
Kecamatan Batujaya. Situs ini merupakan struktur bata yang terletak pada
kedalaman 10-100 cm. Hasil pengeboran yang dilakukan tim Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional pada tahun 1992 menemukan sebuah struktur bangunan berukuran
7 m x 8 m.
Temuan
Dari Situs Candi Batu Jaya
Peninggalan yang berada di wilayah
Percandian Batujaya ini berlatar belakang Budhistik dengan kronologi relative
dari abad ke-4 hingga 13 Masehi. Melihat beberapa temuan yang diduga kuat dari
masa Megalitik seperti batu datar, dolmen, batu tegak (menhir) dan batu bergores,
manik-manik (dari tanah, kaca dan batu), serta pecahan wadah dari bahan tembaga
yang diduga digunakan sebagai pendupaan yang pada umumnya digunakan sebagai
kelengkapan upacara yang berkaitan dengan kepercayaan.
Oleh karenanya diduga
kawasan ini menjadi pusat dari ritual keagaaman. Selain itu di Situs Candi
Batujaya juga ditemukan berbagai macam fosil seperti fosil tumbuhan keras, kapak
batu, kerak besi dan perunggu. Berikut ini beberapa temuan yang berasal dari
Situs Candi Batujaya yakni:
1.
Fragmen
Gerabah
Di Situs Batujaya ditemukan fragmen gerabah buni (gerabah
prasejarah) dalam jumlah besar dengan wilayah persebarannya dikenal dengan nama
Budaya Buni. Temuan fragmen gerabah dari Situs Batujaya diidentifikasi dalam 20
bentuk wadah, diantaranya periuk, mangkuk, mangkuk berkaki, kendi, tempayan.
Serta temuan pecahan gerabah bukan berbentuk wadah ada 4 macam yakni bentuk
manik-manik, bandul, gacuk dan kelereng. Hampir seluruh gerabah temuan Situs
Batujaya merupakan pecahan. Pecahan-pecahan ini telah diteliti oleh Asdep
Urusan Arkeologi, sehingga dapat diperkirakan bentuk utuh dan teknologi
pembuatannya.
Selain itu juga ditemukan lempengan gerabah bertulis yang berbentuk
empat persegi panjang, dibagian atas dikedua permukaannya terdapat tulisan
dengan teknik gores.
Tulisan ini menggunakan aksara Pallawa yang merupakan
cikal bakal aksara-aksara yang ada di nusantara, namun sayang tulisan dilempengan
gerabah ini belum bisa terbaca. Pada dasar candi ditemukan kerangka manusia
yang diperkirakan berusia 10-15 tahun berada dalam gerabah berbentuk cawan dan
kendil serta alat dari logam berbentuk senjata, diduga gerabah tersebut
berfungsi magis yang digunakan sebagai perlengkapan upacara dan bekal kubur.
Selain itu ditemukan juga beberapa bentuk buli-buli yang merupakan
wadah tertutup seperti tempayan berukuran mini. Bagian mulut agak terbuka
dengan badan cembung atau membulat, bagian dasar ada yang rata dan ada yang
tidak. Ukuran garis tengah tepian mencapai 4-6 cm dengan ketebalan dinding
0,3-0,6 c, macam gerabah tadi ada yang dihias dengan teknik gores dan ada juga
yang polos.
2.
Fragmen
Terakota
Di Situs Candi Batujaya ditemukan 2 jenis arca berbentuk kepala
manusia. Arca yang pertama memiliki bentuk wajah yang bulat dan berpipi tembam,
bentuk hidung lebar dan tidak simetris, mata menonjol, alis melengkung ke bawah
dan rambut ikal dibelah tengah. Sedangkan arca yang kedua wajahnya berbentuk
bulat dan berpipi tembam, hidung lebar, bibir tidak simetris, garis bibir dan
hidung seukuran, mata menonjol yang satu tertutup dan yang satunya lagi terbuka
dan rambut disisir ke belakang.
Selanjutnya ditemukan pula arca kepala domba dengan hidung dan
mulut terbuka dan memiliki tanduk. Selain itu ditemukan pula arca kepala singa
dengan bentuk mulut menyerupai anjing, bersurai disamping kepala, sepasang
telinga dan mata menyatu dengan tanduk. Arca ini menyerupai relief yang ada di
Candi Borobudur. Selain arca kepala manusia dan kepala singa, ditemukan pula
arca kepala burung dengan bentuk kepala didominasi oleh paruh, sepasang mata
yang asimetris, kelopak mata yang menyambung dan tanduk yang ujungnya patah dan
satu telinga (kemungkinan telinga yang satunya patah). Seluruh fragmen terakota ini terbuat dari stucco berwarna putih yang diduga
merupakan bagian dari hiasan yang ditempelkan pada candi tersebut. Selain
arca-arca ini dragmen berupa dekorasi bangunan dengan motif geometris maupun
bunga-bunga juga ditemukan dengan variasi yang cukup banyak. Selain itu, di Situs Candi Blandongan juga ditemukan pula pecahan (fragmen)
kaki arca Budha yang ditemukan pada saat pemugaran.
3.
Fragmen
Tembikar
Di Situs Candi Batujaya juga
terdapat lempengan emas dengan kadar 16 karat serta terdapat huruf pallawa dan
bahasa sansekerta yang diduga berisi mantra.
4.
Votive
Tablet (Amulet)
Amulet ini banyak ditemukan di Unur Blandongan yang seluruhnya
berbentuk fragmentaris. Amulet ini menggambarkan cerita Sravasvati (cerita
ketika Budha mendapat ilham mengenai berbagai permasalahan di dunia), jenis
artefak ini paling banyak ditemukan pecahannya. Amulet adalah atribut yang
selalu dibawa pada saat seseorang mengunjungi tempat-tempat suci dan dipakai
untuk pelepas nazar serta penolak bala.Nampak dibuat dengan teknik cetak
apabila dilihat dari detail dan ukuran serupa. Hasil analisis morfologis oleh
Ferdinandus (1998) dan Hasan Djafar (2000) menunjukan temuan amulet di Candi
Blandongan dan membaginya dengan 2 jenis yakni amulet yang bertulis dan tidak
bertulis. Secara umum amulet di Candi Blandongan berbentuk segi empat dan
dibagian atasnya berbentuk bulatan menyerupai Sikhara (bagian atas stupa).
Amulet ini menggambarkan 6 arca dengan bentuk, ukuran dan jenis yang sama. Pada
bagian tengah atas terdapat gambar 3 arca Budha Amitabha duduk bersila
dan sikap tangan Abhaya Mudra (Amoghasidhi, mengisyaratkan
ketidakgentaran).
Dibawahnya berhias 3 arca, satu diantaranya dalam posisi
duduk, kaki terjuntai dan sikap tangan Dhyani Mudra (sikap semedi yang
merupakan tanda khusus Dhyani Budha Amitabha penguasa daerah barat)
serta diapit dengan 2 arca berdiri dengan posisi Tribhangga dalam sikap
berjalan.
Penemuan-penemuan yang didapat dari Situs Candi Batujaya
Doc.Pribadi. Fosil Tumbuhan dari Situs Batu Jaya
Doc. Pribadi. Fosil Hewan dari Situs Batujaya
Doc. Pribadi. Lapisan Tanah dari Situs Batujaya
Doc. Pribadi. Pecahan Wadah dari Tembaga
Doc. Pribadi. Manik-manik Kelengkapan Upacara
Doc. Pribadi. Bentuk Buli-buli dari Situs Batujaya
*Dilarang keras untuk mengcopy-paste/memposting ulang seluruh tulisan ini
Komentar
Posting Komentar