- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Kisah cinta yang hadir karena
ketakwaan kepada Allah dapat mengalahkan kecintaan pada dunia dan segala
keindahannya. Kisah cinta itu benar adanya, bahkan dinukilkan dalam kitab
hadist shaheh. Kisah cinta itu terjadi jauh sebelum zaman modern, namun masih
terngiang hingga kini. Inilah kisah cinta seorang wanita dengan mahar yang
paling mulia di masa Rasulullah Saw, wanita itu bernama Ummu Sulaim r.a.
#Part 1 The best gift
Ummu Sulaim r.a adalah ibunda
dari Anas bin Malik r.a, salah seorang sahabat Rasulullah Saw dan
seorang perawi hadist. Ummu Sulaim merupakan janda dari laki-laki bernama Malik
ibnu Nadhor yang tewas terbunuh di Syam ketika masih dalam keadaan kafir.
Ummu Sulaim merupakan seorang
wanita yang cerdas, tegas dan memiliki kesabaran yang berbeda dengan wanita
pada umumnya. Selain itu, ia juga kerap membantu kaum muslimin yang berada di
medan jihad dengan menyiapkan perbekalan dan menolong orang-orang yang terluka.
Karakteristik Ummu Sulaim inilah yang kemudian menyemikan perasaan cinta di
hati Abu Thalhah. Abu Thalhah adalah seorang yang baik akhlaknya, namun ketika
itu ia masih kafir.
Sebagai orang yang paling banyak hartanya di kalangan Anshar,
tidak berat bagi Abu Thalhah untuk menawarkan kepada Ummu Sulaim mahar yang
mahal. Namun, Abu Thalhah terkejut tatkala
Ummu Sulaim menolak semua kemewahan tersebut dan dengan tutur kata yang lembut Ummu
Sulaim berkata :
“Wahai Abu Thalhah, aku tidak boleh menikah dengan lelaki musyrik
seperti mu. Tidakkah kamu tahu bahwa sesembahan kalian itu dipahat oleh seorang
budak di keluarga Fulan. Sungguh,
apabila kalian menyalakan api pada sesembahan tersebut, pasti akan terbakar.”
Bisa dibayangkan,
bagaimana perasaan seorang lelaki yang mengagumi dan mencintai seorang wanita
dengan mendalam serta berniat menikahinya, namun si wanita menolak pinangannya
itu.
Namun, penolakan
Ummu Sulaim itu tidak membuat Abu Thalhah berputus asa. Abu Thalhah kembali
menawarkan mahar yang lebih tinggi dari pada sebelumnya dengan harapan agar hati
Ummu Sulaim bisa luluh. Tidak hanya itu, Abu Thalhah juga menjanjikan
kesenangan hidup apabila nantinya Ummu
Sulaim bersedia menjadi istrinya.
Akan tetapi, Ummu Sulaim bukanlah
wanita yang seleranya tertambat kepada keindahan dunia. Dia bukanlah wanita
yang silau dengan harta dan kedudukan. Bahkan, keimanan kepada Allah Swt
demikian tertancap kuat dalam kalbunya, mengalahkan seluruh iming-iming kenikmatan dunia. Dengan penuh
adab, Ummu Sulaim berkata:
“Orang sepertimu sebenarnya tidak
pantas untuk ditolak, wahai Abu Thalhah. Hanya saja, Anda seorang yang kafir,
sementara saya seorang muslimah. Saya tidak boleh menikah denganmu karena
perbedaan ini.” Ucap Ummu Sulaim
“Bagaimana dengan apa
yang telah kupersiapkan untukmu?” tanya Abu Thalhah.
“Memangnya apa yang telah anda siapkan untukku?” Ummu Sulaim
balik bertanya.
“Harta berupa emas dan perak,” jawab Abu Thalhah.
“Aku tidak menginginkan emas dan
perak. Yang aku inginkan darimu adalah keislaman. Masuk Islamlah!” Pinta Ummu
Sulaim.
Di dalam sebuah riwayat yang
sanadnya shahih, terdapat pernyataan Ummu Sulaim bahwa ketika itu beliau
berkata:
“Demi
Allah, orang seperti anda tidak layak untuk ditolak, hanya saja engkau adalah
orang kafir, sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk
menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam maka itulah mahar bagiku dan aku
tidak meminta selain dari itu.” (HR. An-Nasa’i VI/114, Al Ishabah VIII/243 dan
Al-Hilyah II/59 dan 60).
Akhirnya, masuk Islam-lah Abu Thalhah dengan dakwah Ummu Sulaim.
Namun, masuk Islamnya Abu Thalhah ketika itu memang benar tulus dari hatinya,
bukan semata agar dapat menikah dengan Ummu Sulaim. Hari-hari setelah
keislamannya membuktikan kejujuran imannya.
Abu Thalhah merupakan seorang mujahid dan salah satu dari dua
belas pemimpin Bai’at Aqabah. Selain itu, ia juga menjadi sahabat Rasulullah
Saw yang setia. Kemana pun Rasul hendak pergi, Abu Thalhah selalu mendampingi.
Abu Thalhah tidak pernah masuk ke Kota Madinah sebelum Rasulullah Saw masuk
terlebih dahulu.
#Part 2 Great Marriage
Setelah menikah, Ummu Sulaim dan Abu Thalhah dikarunia seorang
anak laki-laki. Anak itu begitu dicintai oleh Ayahnya, sampai-sampai ketika ia
jatuh sakit, Abu Thalhah selalu memeriksa keadaan anaknya itu seusai shalat
berjamaah dengan Rasulullah Saw. Namun takdir berkata lain, saat Abu Thalhah
sedang berjihad di medan perang, anak yang begitu dicintainya itu meninggal
dunia.
Disinilah kesabaran dan keimanan Ummu Sulaim dan Abu Thalhah
diuji. Ketika selesai mengurus jenazah anaknya, Ummu Sulaim berkata kepada para
kerabatnya:
“Jangan ada satu pun dari kalian yang menceritakan kepada Abu
Thalhah, biarkan aku saja yang menceritakan kepadanya” (Dinukilkan dari H.R
Ibnu Hajar).
Sesuai kembali dari medan jihad, Abu Thalhah begitu rindu dan
ingin sekali bertemu dengan anak laki-lakinya tercinta. Ia pun berkata kepada
Ummu Sulaim
“Wahai istriku, Bagaimana keadaan anak kita?” tanya Abu Thalhah
“Sekarang ia lebih sudah lebih tenang dari sebelumnya” jawab
Ummu Sulaim
Ummu Sulaim tidak langsung memberitahu kenyataan yang sebenarnya
kepada Abu Thalhah. Ia menunggu keadaan menjadi tenang terlebih dahulu. Inilah
yang membedakan Ummu Sulaim dengan wanita-wanita lainnya. Ketika kebanyakan
para wanita yang kehilangan anaknya akan menangis tersedu-sedu di pusara anak
yang dicintainya, namun Ummu Sulaim berbeda. Ia lebih memilih tabah dan
bersabar atas ketentuan Allah Swt.
Saat Abu Thalhah kembali, Ummu Sulaim telah berhias semenawan
mungkin untuk suaminya itu dan juga telah mempersiapkan makan malam yang
berbeda dari biasanya.
Setelah itu muncullah
pertanyaan dari Ummu Sulaim untuk Abu Thalhah.
“Wahai Abu Thalhah bagaimana menurutmu, apabila seseorang
meminjamkan sesuatu kepadamu namun tiba-tiba orang itu mengambil kembali
pinjaman itu darimu, apakah kamu berhak untu menolaknya?” tanya Ummu Sulaim
“Tentu tidak, aku akan
langsung mengembalikannya” jawab Abu Thalhah dengan cekatan
“Wahai suamiku, anak kita juga merupakan titipan dan pinjaman dari Allah Swt.
Kemudian kini Allah mengambilnya kembali. Wahai Abu Thalhah anak yang begitu
kita cintai itu kini telah wafat” kata Ummu Sulaim lagi
Setelah mendengar itu, Abu Thalhah menjadi marah. Ia pun
menunggu keesokan harinya untuk menanyakan masalah ini kepada Rasulullah Saw.
Abu Thalhah menceritakan bagaimana Ummu Sulaim yang tidak langsung menceritakan
tentang kematian anak laki-lakinya seusai pulang dari medan jihad. Abu Thalhah
ingin mendengar nasehat dari baginda Rasul tentang kejadian ini.
Namun Rasulullah menjawabnya dengan senyuman dan berkata
“Apakah semalam engkau berjima’ dengan istrimu?” Tanya
Rasulullah Saw
“Iya, Rasulullah” jawab Abu Thalhah
“Ya Allah berikan keberkahan kepada mereka berdua” ucap
Rasulullah Saw
Tak berselang berapa lama, Ummu Sulaim mengandung anak keduanya.
Pada saat itu Ummu Sulaim dan Abu Thalhah berada di luar pintu masuk kota
Madinah saat sedang menemani Rasulullah Saw. Bersamaan dengan itu juga
kehamilan Ummu Sulaim semakin membesar dan dirasa akan segera melahirkan. Abu
Thalhah begitu khawatir dengan keadaan istrinya yang akan melahirkan. Abu
Thalhah khawatir kalau-kalau istrinya melahirkan diperjalan, sedangkan saat itu
Rasulullah Saw belum memasuki kota Madinah. Bertawasullah Abu Thalhah kepada
Allah Swt dengan berkata
“Ya Allah Engkau pun tahu bahwa aku tidak akan memasuki kota
Madinah sebelum Rasulullah Saw masuk terlebih dahulu, maka dari itu tolong
permudahkan proses kelahiran anakku”
Disinilah karamah terjadi, Ummu Sulaim melahirkan anaknya dengan
tidak merasa sakit sedikit pun. Anak ini kemudian diberinama Abdullah yang
lahir dari orang tua yang bertakwa kepada Allah Swt. Abdullah inilah yang
kemudian memiliki sembilan anak yang semuanya penghafal Al-Qur’an dan menjadi
ulama yang baik pemahaman agamanya.
(Dinukilkan dari Kitab Riyadus
Shalihin)
Ditulis
oleh : Nita Gustiana
#onedaywithilunws
~ 15 Oktober
2019 ~
Komentar
Posting Komentar